Hasil Penelitian dari The University of Newcastle,
Australia, Pamela Nilan, memaparkan tentang kekerasan dan konflik di ranah
publik yang terjadi di Negara Indonesia. Penelitian dilakukan dalam kurun waktu 2009-2011, bahwa
dia mencatat saat ini masyarakat Indonesia sudah tidak percaya kepada aparat
kepolisian untuk menyelesaiankan konflik.
“Sebab terkadang polisi malah memprovokasi dan membiarkan
kekerasan tetap terjadi,” ujarnya kepada wartawan di sela-sela konferensi
internasional yang membahas tentang
komunikasi, media, dan kekerasan di ranah sipil di Surakarta, Rabu, 06 Juni
2012.
Penelitian yang dibiayai AUSAID ini melibatkan seribu
responden yang berada di Jakarta, Pekanbaru, Mataram, Surakarta, dan Makassar.
Inti dari pertanyaan yang diajukan kepada responden adalah bagaimana persepsi
mereka tentang kekerasan yang melibatkan masyarakat sipil dan bagaimana
solusinya.
Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa kekerasan
yang terjadi di masyarakat dilatarbelakangi oleh kondisi emosional yang tidak stabil dan tidak terkontrol.
“Contoh seperti banyaknya tawuran yang terjadi di berbagai kota,” kata Pamela
Nilan . Kemudian sesuatu hal yang sebenarnya sangat sepele tapi tiba-tiba
membesar dan menjadi tawuran massal.
Kemudian untuk penyelesaian konflik ini, karena
masyarakat tidak lagi percaya pada aparat penegak hukum, dia menyarankan
penyelesaian dengan mediasi. “Seperti musyawarah secara kekeluargaan,” katanya.
Sebagai penengah bisa tokoh masyarakat, tokoh agama, atau pemimpin di wilayah
tersebut salah satunya seperti kepala desa / lurah.
Sedangkan peneliti dari Universiti Sains Malaysia Nik
Norma Nik Hasan mengatakan, yang terjadi di Malaysia kekerasan yang melibatkan
masyarakat sipil biasanya diawali oleh hal yang berkaitan dengan etnis. “Di
Malaysia terdiri banyak etnis seperti
etnis Cina, Melayu, Sabah, dan Sarawak,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Misalnya di suatu perkampungan etnis Cina, ada sebuah
masjid yang mengumandangkan azan lima kali dalam sehari. Hal ini bisa memicu
keributan di perkampungan tersebut.
Dosen dari komunikasi Universitas Sebelas Maret (UNS)
Surakarta, Andrik Purwasito, mengatakan kekerasan yang terjadi saat ini salah
satunya karena andil media massa, khususnya televisi. Televisi tersbut
berlomba-lomba menayangkan aksi-aksi kekerasan dan seolah-olah menjadi semacam
bumbu hiburan tersendiri untuk masyarakat.
“Padahal aksi kekerasan yang ditayangkan tersebut bisa
memicu kekerasan baru di masyarakat,” katanya. Untuk itu, dia meminta agar ada
standardisasi tayangan kekerasan di televisi agar dapat menampilkan gambar yang
lebih arif.
Sumber: TEMPO.CO